RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR …… /U/2004
TENTANG
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Standar kompetensi lulusan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang wajib dimiliki peserta didik untuk dapat dinyatakan lulus.
3. Standar isi adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan cakupan dan kedalaman materi pelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
4. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan prosedur dan pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
5. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kualifikasi minimal yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
6. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan prasyarat minimal tentang fasilitas fisik yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
7. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan pengawasan kegiatan agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
8. Standar pembiayaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan biaya untuk penyelenggaraan satuan pendidikan.
9.Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan alat penilaian pendidikan.
10.Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
11.Badan Standardisasi dan Evaluasi Pendidikan adalah badan mandiri yang melakukan kegiatan standardisasi dan evaluasi pendidikan.
12.Lembaga evaluasi mandiri adalah lembaga evaluasi yang dibentuk oleh masyarakat dan/atau asosiasi profesi untuk melakukan evaluasi peserta didik, satuan, dan program pendidikan.
13.Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan.
BAB II
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Bagian Pertama
Fungsi
Pasal 2
Standar nasional pendidikan berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan, pengendalian, dan pengembangan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pasal 3
(1). Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
(2). Standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara berkala sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
(3). Standar nasional pendidikan dikembangkan oleh Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan.
(4). Dalam pengembangan standar nasional pendidikan mengikutsertakan unsur pendidik dan tenaga kependidikan, asosiasi profesi, dunia usaha, industri, lembaga masyarakat dan unsur departemen terkait.
Bagian Kedua
Standar Isi dan Proses
Pasal 4
(1). Setiap satuan pendidikan wajib menggunakan standar isi yang meliputi cakupan dan kedalaman materi dan tingkat penguasaan kompetensi yang dituangkan kedalam kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran.
(2). Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyusunan kurikulum, buku teks, dan bahan ajar lainnya untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(3). Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 5
(1). Setiap satuan pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan melaksanakan proses pendidikan yang membudayakan dan memberdayakan, demokratis dan berkeadilan, tidak diskriminatif dan menjunjung HAM, nilai keagamaan, budaya, dan kemajemukan.
(2). Proses pendidikan pada setiap satuan pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas dan kemandirian peserta didik sesuai dengan perkembangan, kecerdasan, dan kemandirian dalam rangka pencapaian standar kompetensi lulusan.
(3). Setiap satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pendidikan berpedoman pada kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan, jumlah peserta didik per kelas, kinerja dan beban mengajar pendidik, kinerja dan beban konselor, serta kinerja dan beban tenaga kependidikan lainnya.
(4). Standar proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Standar kompetensi lulusan
Pasal 6
Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penentuan kelulusan untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pasal 7
(1). Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(2). Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.
Bagian Keempat
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 8
(1). Standar pendidik dan tenaga kependidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan mencakup kualifikasi dan tingkat penguasaan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
(2). Pendidik dan tenaga kependidikan pada setiap jenjang dan jenis pendidikan wajib memenuhi kualifikasi pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
(3). Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperoleh melalui pengalaman yang dapat disetarakan dengan kompetensi tertentu.
(4). Seseorang yang memiliki sertifikat kompetensi karena pengalaman kerjanya dapat menjadi pendidik atau tenaga kependidikan tanpa harus memiliki kualifikasi pendidikan
(5). Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup kompetensi akademik, profesional, dan sosial.
(6). Standar pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Standar Sarana dan Prasarana
Pasal 9
(1). Standar sarana dan prasarana pendidikan mencakup persyaratan minimal tentang lahan, ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, ruang kegiatan pendidikan, perabot, alat dan media pendidikan, buku, dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
(2). Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keenam
Standar Pengelolaan
Pasal 10
(1). Standar pengelolaan mencakup persyaratan minimal pengelolaan organisasi pada satuan pendidikan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan kegiatan pendidikan dan sumberdaya pendidikan berupa ketenagaan, sarana dan prasarana, dan pembiayaan pendidikan.
(2). Standar pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(3). Standar pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan standar nasional pendidikan dengan memperhatikan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(4). Standar pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Standar Pendanaan
Pasal 11
(1). Standar pendanaan mencakup persyaratan minimal tentang biaya satuan pendidikan, prosedur dan mekanisme pengelolaan, pengalokasian, dan akuntabilitas penggunaan biaya pendidikan.
(2). Standar pendanaan terdiri atas biaya pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dan manajemen penyelenggaraan serta peningkatan mutu pendidikan.
(3). Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pendanaan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai standar nasional pendidikan.
(4). Standar pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedelapan
Standar Penilaian Pendidikan
Pasal 12
(1). Standar penilaian pendidikan mencakup persyaratan minimal tentang jenis penilaian, metode, prosedur, mekanisme, alat dan pemanfaatan hasil penilaian.
(2). Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Badan Standardisasi dan Evaluasi Pendidikan
Pasal 13
(1). Dalam rangka pengembangan, pemantauan, pelaporan dan pencapaian standar secara nasional dibentuk Badan Standardisasi dan Evaluasi Pendidikan di tingkat pusat dan lembaga penjamin mutu pendidikan di tingkat provinsi.
(2). Kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, tata kerja, dan keanggotaan Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Pasal 14
(1). Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan merupakan lembaga yang mandiri dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2). Lembaga penjaminan mutu pendidikan merupakan lembaga yang mandiri dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Bagian Kesepuluh
Lembaga Evaluasi Mandiri
Pasal 15
(1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri baik bersifat nasional ataupun daerah.
(2). Lembaga evaluasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(3). Dalam melaksanakan evaluasi, lembaga evaluasi mandiri mengikuti sistem, mekanisme, prosedur, dan tata cara penilaian yang baku sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi dan Evaluasi Pendidikan.
(4). Lembaga evaluasi mandiri wajib memberikan laporan hasil evaluasi kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan yang dievaluasi.
BAB III
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Pertama
Evaluasi
Pasal 16
(1). Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara berkala dan terbuka dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan.
(2). Pemerintah melakukan evaluasi terhadap lembaga dan program pendidikan secara berkala dan terbuka dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan.
(3). Evaluasi lembaga pendidikan meliputi peserta didik, sarana dan prasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan, pendanaan, dan pengelolaan pendidikan.
(4). Evaluasi program pendidikan meliputi perencanaan dan keterlaksanaan program pendidik.
(5). Dalam melaksanakan evaluasi, Pemerintah dan pemerintah daerah mengikuti sistem, mekanisme, prosedur, dan tata cara penilaian yang baku sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan.
Pasal 17
(1). Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik dengan mengacu pada standar kompetensi .
(2). Evaluasi hasil belajar peserta didik bertujuan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar berdasarkan pada tahap perkembangan peserta didik.
(3). Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan yang hasilnya dilaporkan kepada guru, sekolah, orang tua, pengelola pendidik dan masyarakat secara berkala.
(4). Evaluasi hasil belajar peserta didik ditujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran, serta mengukur prestasi belajar peserta didik.
(5). Evaluasi hasil belajar peserta didik didasarkan pada prinsip objektivitas, keterbukaan, dan kejujuran.
(6). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh masing-masing satuan pendidik.
(7). Evaluasi hasil belajar peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dapat dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan, atau lembaga evaluasi mandiri.
(8). Evaluasi terhadap hasil belajar peserta pada akhir jenjang pendidikan ujian dilakukan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Pasal 18
(1). Ujian akhir sekolah/madrasah mencakup semua mata pelajaran yang diselenggarakan oleh setiap jenis dan jenjang pendidikan
(2). Ujian akhir setiap jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan dan standar penilaian pendidikan yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan.
(3). Biaya pelaksanaan ujian akhir ditanggung oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4). Ketentuan mengenai ujian akhir setiap jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 19
(1). Peserta didik dan warga belajar mandiri yang dinyatakan lulus dalam ujian akhir sekolah/madrasah berhak memperoleh ijazah.
(2). Ijazah peserta didik atau siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan blanko yang baku secara nasional.
(3). Ketentuan mengenai ijazah sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 20
(1). Akreditasi dilakukan untuk menentukan tingkat kelayakan program dan satuan pendidikan.
(2). Hasil akreditasi digunakan dan sebagai alat pembinaan satuan pendidikan dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.
(3). Akreditasi dilakukan atas prakarsa pemerintah dan/atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(4). Akreditasi diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan, obyektif, akuntabel, komprehensif, profesional, memandirikan, dan mandatori.
(5). Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal yang mandiri.
(6). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden atas usul Menteri.
(7). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal menetapkan sistem, mekanisme, prosedur, kriteria, dan tata cara akreditasi.
(8). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal menetapkan persyaratan kelembagaan akreditasi pendidikan yang didirikan oleh masyarakat dan/atau asosiasi profesi.
(9). Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria masukan, proses, dan keluaran yang mencakup:
a. Kurikulum dan proses pembelajaran;
b. Administrasi dan manajemen;
c. Organisasi kelembagaan;
d. Sarana dan prasarana;
e. Ketenagaan;
f. Pembiayaan;
g. Peserta didik;
h. Peran serta masyarakat; dan
i. Lingkungan/kultur satuan pendidikan.
Pasal 21
(1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga akreditasi pendidikan yang bersifat mandiri.
(2). Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(3). Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan akreditasi sesuai dengan sistem, mekanisme, prosedur, kriteria, dan tata cara yang dikeluarkan oleh badan akreditasi yang dibentuk oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (4).
(4). Dalam melaksanakan kegiatannya lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengakuan kelayakan dari Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai dengan kewenangannya.
(5). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai dengan kewenangannya, atas nama Menteri melakukan pengakuan dan evaluasi terhadap lembaga-lembaga mandiri yang melakukan akreditasi.
Pasal 22
(1). Keanggotaan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Pendidikan Nonformal terdiri atas unsur pemerintah, perguruan tinggi, sekolah/madrasah/pesantren, asosiasi profesi, dan masyarakat.
(2). Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi, Badan Akreditasi Sekolah Nasional, dan Badan Akreditasi Pendidikan Nonformal bertanggung jawab kepada Menteri.
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai badan akreditasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 23
(1). Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(2). Warga belajar mandiri dapat memperoleh ijazah yang sama dengan pendidikan formal setelah lulus ujian yang dipersiapkan oleh Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan dan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3). Sertifikat kompetensi diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap kompetensi pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri.
(4). Warga belajar mandiri dapat memperoleh sertifikat kompetensi yang sama dengan pendidikan formal ataupun nonformal setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi mandiri.
(5). Ketentuan mengenai ijazah dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
KETENTUAN LAIN
Pasal 24
Dalam rangka mengantisipasi perkembangan pendidikan nasional yang memiliki keragaman dalam kualitas maupun kemampuan daerah, maka penerapan standar nasional pendidikan dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan aspek esensial yaitu tenaga kependidikan, pembiayaan dan peserta didik.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1). Pada waktu diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan yang berhubungan dengan Standardisasi Nasional Pendidikan dinyatakan berlaku sepanjang belum diubah dengan Peraturan Pemerintah ini.
(2). Lembaga pendidikan, pendidik dan tenaga pendidikan, dan pengelola pendidikan secara bertahap menyesuaikan kepada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 1 tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 27
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal
Menteri Negara Sekretaris Negara
Republik Indonesia,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .. TAHUN ..
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .… TAHUN .…
TENTANG
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
I. UMUM
Pembaharuan sistem pendidikan nasional yang diwujudkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menetapkan visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional. Kebutuhan warga negara Indonesia terhadap pendidikan nasional yang bermutu tinggi perlu diakomodasi dengan visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan yang jelas dan tegas.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi pendidikan nasional adalah sebagai berikut:
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
Perwujudan visi dan misi pendidikan nasional memerlukan strategi pembangunan pendidikan nasional yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi;
3. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan;
5. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6. penyediaan sarana belajar yang mendidik;
7. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan;
8. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9. pelaksanaan wajib belajar;
10.pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11.pemberdayaan peran masyarakat;
12.pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13.pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Visi dan misi pendidikan nasional, strategi pembangunan pendidikan nasional, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2003 menjadi tonggak yang kuat dan kokoh untuk mencapai puncak keunggulan pendidikan nasional dan meraih hasil pendidikan nasional yang bermutu tinggi.
Sehubungan dengan hal-hal di atas perlu diupayakan agar kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan distandardisasi secara nasional. Dengan adanya standar-standar yang baku dalam pendidikan merupakan jaminan untuk selalu berupaya meningkatkan mutu pendidikan secara berencana dan berkala.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Dalam menentukan standar kompetensi lulusan pendidikan keagamaan ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Persyaratan kualifikasi adalah prasyarat prajabatan dan penguasaan kompetensi adalah kelayakan.
Ayat (2)
Sertifikat kompetensi yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi.
Ayat (3)
Uji kompetensi yang dimaksud pada ayat ini meliputi uji kompetensi akademik, profesional, dan sosial.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Lembaga evaluasi mandiri merupakan lembaga yang menguji peserta didik dalam mencapai kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ujian akhir merupakan hak semua peserta didik yang atau yang belajar mandiri untuk memperoleh ijazah sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi mengakreditasi pendidikan tinggi.
Badan Akreditasi Nasional Sekolah mengakreditasi pendidikan anak usia dini (TK dan RA) pendidikan dasar dan menengah (SD dan MI, SMP dan MTs, SMA dan MA, SMK dan MAK, dan bentuk lain yang sederajat.
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal mengakreditasi pendidikan nonformal.
Mandiri yang dimaksud pada ayat ini adalah penyelenggaraan dan pengambilan keputusan akreditasi tidak dipengaruhi oleh siapapun.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Ayat (9)
Cukup Jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Masyarakat dan/atau organisasi profesi adalah masyarakat dan/atau organisasi profesi yang bergerak di bidang pendidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi melakukan pengakuan dan evaluasi terhadap lembaga-lembaga mandiri yang melakukan akreditasi pendidikan tinggi.
Badan Akreditasi Sekolah Nasional Pendidikan melakukan pengakuan dan evaluasi terhadap lembaga-lembaga mandiri yang melakukan akreditasi pendidikan dasar dan menengah.
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal melakukan pengakuan dan evaluasi terhadap lembaga-lembaga mandiri yang melakukan akreditasi pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Ijazah pendidikan antara lain terdiri atas ijazah SD/MI dan bentuk lain yang sederajat, ijazah SMP/MTs dan bentuk lain yang sederajat, ijazah SMA/MA dan bentuk lain yang sederajat, ijazah SMK/MAK dan bentuk lain yang sederajat, ijazah akademik, ijazah profesi, ijazah vokasi, ijazah keagamaan, dan ijazah pendidikan khusus,
Ujian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dilakukan dengan mengacu kepada komptensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi dan Evaluasi Pendidikan.
Format ijazah dibakukan secara nasional.
Ayat (2)
Warga negara yang belajar mandiri dapat mengikuti ujian untuk mendapatkan ijazah yang setara dengan jenjang pada Paket A, Paket B, dan Paket C pada jalur nonformal. Warga negara yang melaksanakan belajar mandiri tidak perlu memasuki program paket maupun persekolahan.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal
Menteri Negara Sekretaris Negara
Republik Indonesia,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .. TAHUN ..